Tak Percaya Hasil Visum, Keluarga dan Kuasa Hukum Tunjukkan Bukti Foto Memar yang Dialami Audrey

Pihak keluarga dan kuasa hukum menunjukkan foto-foto lebam yang dialami Audrey.

TRIBUNNEWS.COM, PONTIANAK - Pihak keluarga dan kuasa hukum Audrey (14) tak percaya atas hasil visum yang disampaikan pihak kepolisian.

Seperti diketahui, visum terhadap Audrey menyatakan bahwa hasil visum negatif tidak ada memar dan sebagainya.

Pihak keluarga dan kuasa hukum menunjukkan foto-foto lebam yang dialami Audrey.

Salah satu kuasa hukum Audrey, Umi Kalsum menjelaskan pihaknya tidak percaya atas hasil visum yang disampaikan pihak polisi.

Sebab pihaknya mempunyai bukti-bukti kekerasan berupa lebam dan memar.

"Kami mempunyai bukti bahwa anak kami mengalami kekerasan, ini buktinya," ucap Umi Kalsum sambil menunjukkan foto-foto memar pada Audrey, Jumat (13/4/2019).

Sejauh ini, pihak keluarga maupun kuasa hukum tidak pernah mendapatkan hasil visum maupun rekam medis lainnya.

Hasil Visum

Sebelumnya, hasil visum siswi SMP Pontianak korban pengeroyokan disampaikan Kapolresta Pontianak, Kombes M Anwar Nasir, Rabu (10/4/2019).

Menurut Kapolresta, hasil pemeriksaan visum dikeluarkan Rumah Sakit Pro Medika Pontianak, Rabu (10/4/2019).

M Anwar Nasir mengatakan, dari hasil visum diketahui jika tak ada bengkak di kepala korban.

Kondisi mata korban juga tidak ditemukan memar. Penglihatan korban juga normal.


Meski Keluarga Korban Ogah Berdamai, Pihak Kepolisian Ungkap Penanganan Kasus #JusticeForAudrey Tetap Melalui Mediasi


Kapolresta mengatakan, untuk telinga, hidung, tenggorokan (THT) tidak ditemukan darah.
"Kemudian dada tampak simetris tak ada memar atau bengkak, jantung dan paru dalam kondisi normal," katanya.

Kondisi perut korban, sesuai hasil visum tidak ditemukan memar. Bekas luka juga tidak ditemukan.
"Kemudian organ dalam, tidak ada pembesaran," jelasnya.

Selanjutnya Kapolresta menyampaikan hasil visum alat kelamin korban.

Menurut Kapolresta, selaput dara tidak tampak luka robek atu memar. Anwar mengulangi pernyataannya terkait hal ini.

"Saya ulangi, alat kelamin selaput dara tidak tampak luka robek atau memar," katanya.

Hasil visum juga menunjukkan kulit tidak ada memar, lebam ataupun bekas luka.
"Hasil diagnosa dan terapi pasien, diagnosa awal depresi pasca trauma," ungkap Kapolresta.

3 Tersangka

Polisi akhirnya menetapkan tersangka dalam kasus dugaan pengeroyokan Audrey, siswi SMP Pontianak.

Penetapan tersangka disampaikan Kapolresta Pontianak, Kombes M Anwar Nasir, Rabu (11/4/2019) malam.

Ada tiga orang yang ditetapkan tersangka dalam kasus ini, yang semuanya merupakan siswi SMA di Pontianak, F (17), T (17) dan C (17).

Kapolresta mengatakan, dasar penetapan tersangka adalah hasil pemeriksaan sejumlah saksi dan hasil rekam medis Rumah Sakit Pro Medika Pontianak.

"Dalam pemeriksaan pelaku, mereka mengakui perbuatannya menganiaya korban," kata Anwar.

Kapolresta menjelaskan, penganiayaan yang dilakukan tersangka dilakukan bergiliran satu per satu di dua tempat.

Menurutnya, tersangka dikenakan pasal 80 ayat 1 Undang-undang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman penjara tiga tahun enam bulan.

"Sesuai dengan sistem peradilan anak, ancaman hukuman di bawah 7 tahun akan dilakukan diversi," ungkapnya.

Sebanyak tujuh siswi SMA yang terseret dalam kasus penganiayaan siswi SMP menyampaikan klarifikasi didampingi KPPAD Provinsi Kalbar di Mapolresta Pontianak, Jalan Johan Idrus, Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu (10/4/2019) sore. Mereka menyampaikan permintaan maaf kepada korban dan keluarga korban serta tidak mengakui telah melakukan pengeroyokan perkelahian dilakukan satu lawan satu. TRIBUN PONTIANAK/DESTRIADI YUNAS JUMASANI


Tak Seperti Diberitakan di Medsos

Tujuh siswi SMA menyampaikan klarifikasi terkait dugaan pengeroyokan Audrey siswi SMP Pontianak di Mapolresta Pontianak, Jalan Johan Idrus, Rabu (10/4/2019) sore.

Dari tujuh siswi SMA, tiga di antaranya sudah ditetapkan sebagai tersangka.

Satu dari tujuh siswi SMA menyampikan menyampaikan permohonan maaf kepada korban.

Dia mengakui ada penganiayaan terhadap korban.

Namun demikian yang terjadi tak seperti yang ramai di media sosial.

Satu di antara terduga pelaku membantah ada penganiayaan terhadap organ intim korban.

Menurutnya, yang terjadi adalah pemukulan satu lawan satu.

"Kami membantah tuduhan dari para netizen yang mengatakan kami menganiaya korban pada bagian intim, membenturkan kepada korban ke aspal dan menyiramkan air, itu semua tidak benar," ujar satu dari mereka.

Mereka mengaku permasalahan awal adalah dimana korban sering menyindir salah satu dari mereka di media sosial, dan mereka saat itu tidak menjemput atau menculik korbannya apalagi memakai tipu muslihat.

"Korban sendiri yang minta dijemput, lagi pula saat itu bukan dua belas orang yang menganiaya sekaligus, tapi kami satu lawan satu, dan perlu diketahui tidak semua yang ada disitu memukul, beberapa dari mereka hanya melihat saja," cerita terduga pelaku.

Mereka mengaku bahwa mereka bukanlah geng atau komplotan seperti yang dituduhkan oleh orang-orang.

"Kami adalah teman sejak sekolah dasar, oleh sebab itulah kami berbeda-beda sekolah, jadi kami bukan geng," ucap salah satu diantara mereka.

Mereka menceritakan kronologi kejadian bahwa saat itu tidak semua dari mereka datang bersamaan, ada yang terlambat dan dan bahkan tidak melakukan pemukulan sama sekali namun di media sosial fotonya disebarkan dan dituduh sebagai penganiaya.

Mereka juga mengakui bahwa memang salah satu dari mereka pernah mempunyai masalah terkait utang orangtua yang tidak seberapa dan sudah dibayarkan.

Namun menurut mereka itu tidak ada kaitannya sama sekali dengan kejadian sebab korban yang menyindir-nyindir di media sosial.

Suasana di ruangan AU dirawat ketika anggota KPAI menjenguk, Kamis (11/4/2019). TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/SYAHRONI


Mereka mendesak kepada orang-orang yang telah menyebarkan foto mereka untuk segera meminta maaf, sebab banyak orang tidak tahu ujung pangkal permasalahan dan hanya ikut-ikutan menghakimi.

"Saya satu di antara terduga pelaku 2 orang ini. Saya meminta maaf kepada korban dan keluarga korban. Dan kalian semua harus tahu di sini saya juga korban karena saya sekarang sudah dibully, dihina, dicaci, dimaki dan diteror padahal kejadian tidak seperti itu," ujarnya.

Terduga pelaku menambahkan kejadian sebenarnya tidak seperti yang orang bicarakan saat ini.

Terduga mengatakan tidak ada penyekapan, tidak ada seretan, tidak ada menyiram secara bergiliran, tidak ada membenturkan korban ke aspal, apalagi untuk merusak keperawanannya.

Terduga menceritakan sangat terpukul dengan pemberitaan yang ada.

Salah satu terduga lainnya menjelaskan ada suatu bentuk peleraian yang dilakukan.

"Pas saya sudah datang, mereka sudah berkelahi dan saya sudah mencegah. Kami takut jika melerai takut dituduh mengeroyok saya takut terjadi seperti itu, di sana ada tindakan peleraian," terang salah satu terduga lainnya.

Terduga pelaku merasa dituduh dan difitnah. Bahkan instagram-nya pun di hack.

"Saya ingin yang memfitnah, telah menyebarkan foto-foto saya dan yang telah nge-hack akun instagram saya, saya ingin dia minta maaf," ujarnya.

Bukan Masalah Cowok

Terkait pemberitaan yang beredar bahwa kasus pengeroyokan ini terjadi karena masalah cowok, mereka menampiknya.

Tak ada kaitan sama sekali dengan masalah cowok.

Pelaku membeberkan semua berawal dari saling sindir di instagram.

"Audrey dan P menyindir saya di instagram. Mereka menyindir di grup WA. Saya ingin menyelesaikan semua masalah ini," katanya.

"Saya chatting P tapi tak dibalas. Saya chatting Audrey saya bilang mau menyelesaikan masalah. Saya ajak selesaikan malam Sabtu di Alun Kapuas. Dia menyanggupinya," ujarnya.

Namun Audrey tiba-tiba ngajak ketemu langsung di hari Jumat sekitar jam 11 siang itu.

Mereka juga sempat terjadi aksi kejar sehingga perkelahian terjadi di dua lokasi berbeda yakni di Taman Akcaya dan Jalan Sulawesi.




Komentar